Terkadang, kita sering merasa hidup ini sangat tidak adil. Merasa kalah oleh ujian besar yang kita hadapi. Merasa kalah dengan takdir saat ini. Padahal, sudah menjadi sebuah keniscayaan bahwa pandangan kita hanyalah beberapa meter ke depan. Tidak lebih. Sesuatu di balik tembok pun kita tidak mampu melihatnya. Identik dengan lingkar takdir kehidupan di mana seorang makhluk tidak dapat mengetahui kejadian setelah hari ini.
Kisah klasik di era 80-an tentang seorang Frank Slazak dengan impiannya mengingatkan kita bahwa Tuhan memiliki rencana besar di balik semua yang terjadi pada kita detik ini. Patut dibaca beberapa menit dan direnungkan sepanjang hidup.
“Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot. Namun, sesuatu pun terjadilah. Gedung putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan51-L pesawat ulang-alik Challanger.
Dan warga itu adalah seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington. Setiap hari aku berlari ke kotak pos. Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan! Aku lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku. Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat pada impianku.
Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center. Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara.
Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini? Tuhan,biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa. Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih Christina McAufliffe. Aku kalah. Impian hidupku hancur.
Aku mengalami depresi. Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku? Bagian diriku yang mana yang kurang? Mengapa aku diperlakukan kejam? Aku berpaling pada ayahku. Katanya, "Semua terjadi karena suatu alasan."
Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara landaan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu.
Kenapa bukan aku? Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan menewaskan semua penumpang.Aku teringat kata-kata ayahku, "Semua terjadi karena suatu alasan.
"Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang pemenang. Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.”
Akhir kata, seindah apapun rencana yang kita miliki, rencana yang Allah telah tuliskan untuk kita pasti jauh lebih indah… J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar